top of page
Search

Trip Cirebon (2) - Tari Topeng

  • Writer: Yanti Hadiwijono
    Yanti Hadiwijono
  • Sep 10, 2017
  • 4 min read

Di hari ke-2, setelah sarapan di hotel, walaupun ada juga yang sarapan nasi jamblang di dekat hotel tempat kami menginap, berangkatlah kami ke Gua Sunyaragi, yang terletak di tepi jalan kota Cirebon. Disana kami disuguhkan 2 tarian asal Cirebon, yaitu Tari Topeng dan Tari Srimpi. Namun kali ini saya akan berbagi tentang tari topengnya saja.


Selain terkenal sebagai salah satu tarian tradisional di Cirebon, tari topeng ternyata juga dikenal sebagai tarian daerah seperti Betawi, Bali, dan Malang (Jawa Timur). Di antara kesenian tari topeng yang tersebar di seluruh nusantara tentu memiliki sejarah dan jenis yang berbeda. Demikian pula dengan sejarah tari topeng yang dikenal dan berkembang di daerah Cirebon (Jawa Barat).

Jauh sebelum kesenian tradisional ini dikenal oleh masyarakat Cirebon terlebih dahulu masyarakat Jawa Timur mengenal jenis tarian ini. Menurut beberapa seniman, pada masa penyebaran agama Islam tarian ini diyakini mulai muncul dan dikenalkan oleh Sunan Gunung Jati sebagai salah satu media dakwah. Properti utama yang dikenakan oleh penari adalah topeng, karena ini pula maka masyarakat memberi nama tarian ini dengan sebutan tari topeng.

Dalam perkembangannya, tarian ini kemudian dikenal oleh masyarakat Jawa Barat mulai dari Garut, Bandung, Cimahi, Tasikmalaya, Sumedang, Ciamis, dan Cianjur hingga saat ini.


Sejarah Tari Topeng Cirebon

Tari Topeng Cirebon adalah salah satu tarian tradisional yang berkembang di wilayah Parahyangan (daerah Sunda di Jawa Barat yang luasnya mencakup wilayah Ciamis, Tasikmalaya, Garut, Sumedang, Cimahi, Bandung, dan Cianjur). Menurut cerita rakyat yang berkembang Tari Topeng diciptakan oleh Sultan Cirebon yang cukup terkenal, yaitu Sunan Gunung Jati. Ketika Sunan Gunung Jati berkuasa di Cirebon, terjadilah serangan oleh Pangeran Welang dari Karawang. Pangeran ini sangat sakti karena memiliki pedang yang diberi nama Curug Sewu. Melihat kesaktian sang pangeran tersebut, Sunan Gunung Jati tidak bisa menandinginya walaupun telah dibantu oleh Sunan Kalijaga dan Pangeran Cakrabuana. Akhirnya Sultan Cirebon memutuskan untuk melawan kesaktian Pangeran Welang itu dengan cara diplomasi kesenian.


Berawal dari keputusan itulah kemudian terbentuk kelompok tari dengan Nyi Mas Gandasari sebagai penarinya. Setelah kesenian itu terkenal, akhirnya Pangeran Welang jatuh cinta pada sang penari dan menyerahkan pedang Curug Sewu sebagai tanda cintanya. Bersamaan dengan penyerahan pedang itulah akhirnya Pangeran Welang kehilangan kesaktiannya dan kemudian menyerah pada Sunan Gunung Jati. Pangeran itupun berjanji akan menjadi pengikut setia Sunan Gunung Jati yang ditandai dengan bergantinya nama Pangeran Welang menjadi Pangeran Graksan.


Seiring dengan berjalannya waktu, tarian inipun kemudian lebih dikenal dengan nama Tari Topeng dan masih berkembang hingga sekarang. Keunikan dan unsur-unsur seni sekaligus makna yang terkandung dalam pementasan tari topeng membuat jenis tari tradisional ini kerap dipertunjukkan baik sebagai sarana komunikasi dalam berdakwah Islam di Cirebon pada zaman dulu maupun sebagai media hiburan semata.

Jenis Tari Topeng

Terdapat 5 topeng yang kerap digunakan oleh para penari dalam pertunjukan tari topeng Cirebon. Dari lima jenis topeng inilah para penari berperan sebagai tokoh yang berbeda dengan karakter serta gambaran berbeda pula. Adapun 5 jenis topeng yang ditokohkan dalam tarian ini adalah sebagai berikut :


Panji

Jenis tari topeng ini merupakan tarian yang menggambarkan seorang tokoh suci. Kata “panji” diyakini sebagai singkatan dari bahasa jawa yakni “mapan ning kang siji” yang dalam Bahasa indonesia memiliki makna tetap tertuju pada Allah SWT.


Samba

Jenis topeng kedua ini memerankan tokoh anak-anak yang lucu, cerita, serta gesit. Kata "Samba" diyakini diambil dari kata “saban” yang secara bahasa indonesia dapat diartikan setiap. Dalam keterkaitan ajaran Islam gerakan serta pementasan jenis tari topeng samba ini memiliki makna yang tersirat bahwa seorang muslim harus mengerjakan perintah Allah SWT.


Rumyang

Pada pementasan topeng rumyang, penari mengkomunikasikan sebuah masa dimana seorang anak telah tumbuh menginjak remaja atau dalam Islam juga disebut dengan “akhil balig”. Dilihat dari nilai dakwahnya gerakan dalam tari topeng rumyang merupakan gerakan yang menyampaikan pesan bahwa seseorang yang telah memasuki masa akhil balig hendaknya memperbanyak dzikir dan mengingat Allah.


Tumenggung

Beranjak dari masa remaja pada topeng tumenggung pementasan menggambarkan seseorang yang penuh dengan karakteristik serta tegas dalam bertindak. Dilihat dari sisi ajaran Islam topeng tumenggung menggambarkan sifat budi pekerti luhur antar sesama.


Kelana

Menggambarkan sifat angkara murka dengan memerankan tokoh yang jahat sebagai gambaran orang-orang yang tersesat. Pada pertunjukan ini terdapat makna bahwa semasa hidup seorang manusia harus senantiasa berusaha guna mendapatkan kebahagian hidup di jalan yang benar.


Kelima karakter tari topeng Cirebon bila dikaitkan dengan pendekatan ajaran agama Islam dapat dijelaskan sebagai berikut :

  1. Topeng Panji merupakan akronim dari kata MAPAN ning kang SIJI, artinya tetap kepada satu yang Esa atau dengan kata lain Tiada Tuhan selain Allah SWT.

  2. Topeng Samba; Berasal dari kata SAMBANG atau SABAN yang artinya setiap. Maknanya bahwa setiap waktu kita diwajibkan mengerjakan segala Perintah-NYA.

  3. Topeng Rumyang; Berasal dari kata Arum/Harum dan Yang/Hyang (Tuhan). Maknanya bahwa kita senantiasa mengharumkan nama Tuhan yaitu dengan doa dan dzikir

  4. Topeng Temenggung; Memberikan kebaikan kapada sesama manusia, saling menghormati dan senantiasa mengembangkan Silih Asah, Silih Asih dan Silih Asuh

  5. Topeng Klana; Kelana artinya Kembara atau Mencari. Bahwa dalam hidup ini kita wajib berikhtiar.

Nah, tarian yang disuguhkan saat kami di Gua Sunyaragi adalah Tari Topeng Kelana bergaya Slangit.

Tari Topeng Cirebon gaya Slangit utamanya terpusat di sekitar desa Slangit, kecamatan Klangenan, kabupaten Cirebon, gaya inilah yang kemudian digunakan dan dikembangkan menjadi gaya tari Topeng Cirebon pada sanggar kesenian Sekar Pandan milik kesultanan Kacirebonan. Pada era tahun 80-an, sekitar tahun 1986 seorang peneliti asing bernama Pamela Rogers-Aguiniga telah mendokumentasikan secara mendetail berbagai dinamika dari tari Topeng Cirebon gaya Slangit melalui bimbingan Ki Sujana Arja (maestro tari Topeng Cirebon gaya Slangit).


Ki dalang Sudjana Arja menafsirkan pagelaran topeng Cirebon gaya Slangit ke dalam tiga fase yaitu pertumbuhan jasmani manusia (dari mulai bayi hingga dewasa, suasana kebatinan manusia di mana manusia mempergunakan fungsi inderanya dalam komunitas sosialnya dan makna keagamaan yang ditunjukkan secara simbolis mengenai sifat dan perilaku manusia.

Gerakan tari yang menjadi ciri khas dari gaya Slangit adalah gerakan bahu dan pinggang yang kuat serta gesit dan mendetail dalam setiap pergantian geraknya. Karena urutan gerakannya yang sangat mendetail maka gaya Slangit dijadikan sebuah acuan dalam pengajaran tari Topeng Cirebon dalam lingkup akademis.


Demikian, sekilas filosofi tari topeng Cirebon yang bisa saya ceritakan disini.

 
 
 

Comments


©2017 by Tabularasa

bottom of page